Definisi Dzikir dan Macam-macamnya

 

Dzikir berasal dari kalimat ذكر، يذكر، ذكرا yang artinya mengingat sesuatu atau menyebut setelah lupa atau berdoa kepada Allah. Dzikir juga bermakna mengingat sesuatu atau menghafalkan sesuatu. Juga dapat dimaksudkan dengan sesuatu yang disebut dengan lidah atau suatu yang baik.

(Lihat al-Qamus oleh Fairuz Abadi, Lisanul Arab, dan Mu’jam al-Wasit)

Ar-Raghiib Al-Asfahaaniy menjelaskan makna Adz-Dzikir dalam kitabnya Al-Mufradaat sebagai berikut:

“Adz-Dzikr, kadangkala yang dimaksudkan adalah satu keadaan yang terjadi pada diri seseorang yang dengannya ia bisa tenang dan merasa puas untuk menghapal suatu pengetahuan. Istilah dzikir sama halnya dengan menghapal, hanya saja bedanya dalam menghapal mengandung makna menyimpan, sedangkan dzikir mengandung makna mengingat. Dan terkadang dzikir bermakna mendatangkan sesuatu, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Oleh karenanya, dzikir bisa berarti mengingat dari kelupaan, dan dzikir (mengingat) itu tidak hanya disebabkan karena lupa, tapi justru karena ingat maka berdzikir”

(Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah, 21/220 dan Al-Futuuhaat Ar-Rabbaniyyah, 1/18)

Menurut Imam an-Nawawi asy-Syafi’iy,

“Berdzikir adalah suatu amalan yang disyari’atkan dan sangat dituntut di dalam Islam. Ia dapat dilakukan dengan hati atau lidah. Afdhalnya dengan kedua-duanya sekaligus”.

(Lihat: al-Adzkar, m/s. 23)

Dzikir juga bermakna solat, membaca al-Qur’an, bertasbih, berdoa, bersyukur, dan taat.

(Lihat: Lisanul Arab)

Dzikir menurut syari’at ialah setiap ucapan yang dilakukan bagi tujuan memuji dan berdoa. Yaitu lafaz yang digunakan untuk beribadah kepada Allah, berkaitan dengan pengangungan terhadap-Nya dengan menyebut nama-nama atau sifat-sifat-Nya, memuliakan dan mentauhidkan-Nya, bersyukur dan mengangungkan Zat-Nya, membaca kitab-Nya, dan berdoa kepada-Nya.

(Lihat: al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, jil. 21/220)

Menurut Imam Al-Qurthubi, asal usul makna dzikir adalah adanya kesadaran bathin dan keinsyafan qalbu terhadap sesuatu yang menjadi objek kesadaran.

Sedangkan menurut Sa’id Ibn Jubair bahwa hakekat dari dzikir adalah Ketaatan seorang hamba kepada Allah , sehinga barang siapa yang taat kepada Allah, maka ia telah berdzikir, begitupun sebaliknya.

Sebagaimana pula dikatakan al-Imam an-Nawawi asy-Syafi’iy di dalam kitabnya al-Adzkar,

“Ketahuilah bahawa sesungguhnya dzikir tidak hanya tasbih, tahlil, dan takbir, bahkan dzikir ialah setiap amalan ketaatan yang dilakukan kerana Allah”.

(al-Adzkar, m/s. 7)

Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani asy-Syafi’iy:

“Dan yang dimaksud dengan dzikir adalah mengucapkan dan memperbanyak segala bentuk lafadh yang di dalamnya berisi tentang kabar gembira, seperti kalimat : subhaanallaahi, walhamdulillah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar; dan yang semisalnya, doa untuk kebaikan dunia dan akhirat.

Dan termasuk juga dzikir kepada Allah adalah segala bentuk aktifitas amal shalih yang hukumnya wajib ataupun sunnah, seperti membaca Al-Qur’an, membaca Hadiits, belajar ilmu agama, dan melakukan shalat-shalat sunnah”

(Fathul-Baariy, 11/209)

Ibnu Råjab al-Hanbaliy berkata:

“Contohnya adalah berbagai macam jenis dzikir seperti tasbiih, takbiir, tahmiid, tahliil, istighfaar, bershalawat kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam; begitu pula membaca Al-Qur’an, berjalan menuju masjid, duduk di dalamnya untuk menunggu shalat ditegakkan, dan mendengarkan bacaan Al-Qur’an”.

(Jaami’ul-Ulum wal-Hikam hal. 325)

Macam-macam dzikir

- Dzikir dengan hati

Seperti engkau mengingat-ngingat nikmatNya, memikirkan penciptaanNya yang sempurna, menyadari akan kehadiranNya yang menyaksikan segala perbuatan kita, menyadari akan ilmuNya Yang Maha Mengetahui apa isi hati kita, menyadari akan PenglihatanNya yang Maha Melihat apa yang kita perbuat, menyadari akan PendengaranNya yang Maha Mendengar ucapan lisan kita, bertawakkal kepadaNya, dst. ini semua dzikir hati.

- Dzikir dengan lisan

Syaikh Ahmad Farid berkata:

Pertama: Menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menggunakkannya untuk memuji dan menyanjungNya.

Seperti dengan ucapan “Subhanallah”, “Alhamdulilaah”, “Laa ilaaha illalllah” atau dzikir-dzikir yang semisal.

Kedua: Menyebut perbuatan Allah yang berkaitan dengan nama dan sifatNya.

Misalnya dengan mngatakan: “Sesungguhnya Allah Maha Mendengar seluruh suara makhlukNya dan Maha Melihat gerak-gerik mereka”

Ketiga: Menyebut perintah dan laranganNya (berdakwah)

Misalnya dengan mengatakan: “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan begini” atau mengatakan “Sesungguhnya Allah melarang begini”

Keempat: Menyebut karunia dan kebaikanNya

(– tambahan dari abu zuhriy: misalnya dengan mengatakan: “Segala puji bagi Allah, yang telah memberikanku nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat Islam, nikmat Iman dan nikmat berada diatas sunnah nabiNya yang mulia…” –)

Dzikir bisa dilakukan dengan hati atau lisan. Dzikir yang paling bagus ialah dzikir yang dilakukan dengan hati dan lisan secara bersamaan. Namun dzikir hati lebih baik daripada dzikir lisan.

[Al-Bahrur Ra'iq Fiz Zuhdi war Raqaa-iq (edisi Indonesia) oleh Syaikh Ahmad Farid, hlm. 144]

- Dzikir dengan penggabungan hati dan lisan

yaitu penggabungan keduanya, disaat engkau berdzikir dengan lisanmu, diwaktu itu pula engkau menghadirkan hatimu. dan inilah sebaik-baiknya dzikir.

- Dzikir dengan anggota badan

yaitu seperti engkau shalat, haji, jihad dsb.

- Dzikir dengan hati, lisan dan anggota badan

semua ini terkumpul dalam shalat. maka dari itu Allah berfirman:

وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (dalam shalat) adalah lebih besar (keutamaannya). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

(Al-Ankaboot: 45)

Berkata Syaikhul Islam

“Penafsiran yang benar (tentang ayat ini), shalat memiliki DUA TUJUAN UTAMA, yang satu lebih besar dari yang lain.

Sesungguhnya Shalat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. tapi Dzikrullah (mengingat Allah) yang terkandung didalam shalat itu LEBIH BESAR NILAI dan MANFAATnya daripada mencegah perbuatan keji dan mungkar.”

Sumber

- Fiqh Sunnah Blog

- Abul Jauzaa Blog

- Al-Bahrur Ra’iq Fiz Zuhdi war Raqaa-iq (edisi Indonesia) oleh Syaikh Ahmad Farid, hlm. 144

Komentar

Postingan Populer